Kaidah Penulisan Mushaf Utsmani
Kaidah-kaidah penulisan Mushaf Utsmaniy
Menurut ‘Ali Muhammad
ad-Dabba’ (W. 1376 H/1956) dalam pengantar bukunya Samirut Thalibin Fi Rasm
Wa Dabtil Kitabil Mubin, menerangkan bahwa menulis buku adalah untuk
menjembatani pembahasan tentang rasm (Utsmani), yang cenderung dan complicatad, sehingga banyak rumusan dari
para pakar yang berbeda antar satu dengan yang lainnya sehingga berpotensi
membingungkan serta memicu perdebatan[1]
Diantara yang dianggap
paling awal dalam melakukan pembahasan pada pola penulisan rasm utsmani adalah
Abil Abbas Ahmad bin Ammar al-Mahdawi(W 440/1048 M) dengan kitabnya Hija’Mashahifil
Amshar[2],
Abu Amr Said ad-Dani (W.444 H/1052 M) dengan kitabnya al-Muqni Fi Rasm
Masahif al-Amshar, kemudian muncul Ibnu Wasiq al-Andalusi(W 654 H/1226 M), al-Jami’
lima Yuhtaju ilaihi minar rasmil Mushaf[3],
kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Hija’Mashahifil Amshar.kemudian
Imam as-Suyuthi(W 911/ 1505 M), meringkasnya menjadi 6 kaidah saja diantaranya:
Al–Hadzf, Al-Ziyadah, Al-Hamzah, Badal, Washal dan fashl, Kata yang dapat di
baca dua bunyi. Berikut penjelasannya:
1. Al–Hadzf (membuang,menghilangkan,atau
meniadakan huruf).
Contohnya, menghilangkan huruf alif , alif dibuang jika:
a. Didahului dengan Ya’ Nida’ (panggilan), contoh : يَايهَاالناسُ
b. Didahului dengan Ha’ Tanbih (peringatan), contoh : هأَنْتُمْ
c. Alif pada kalimat Na (نا)
jika bertemu dengan dhamir, contoh : أنْجَيْنكُمْ
d. Lafaz بِسْمِ اللهِ، سُبْحن، الرحْمن، إِلهٌ، اللهُ
e. Alif terletak setelah huruf La, contoh : الكَلَالَة
f. Alif Tatsniyah, contoh : رَجُلَن
g. Alif pada kalimat bentuk jama’mudzakkar dan muannats salim,
contoh : سمعون، المؤمنت
h. Bentuk jama’ dengan wazan Mafa’il (مفاعل)
dan/atau yang menyerupai contoh : النَصرَى، الَمسجِد
i.
Bentuk
bilangan, contoh : وثُلث وَ رُبع
j.
dll
2. Al-Ziyadah (penambahan)
Contohnya, menambahkan huruf alif jika:
a. setelah wawu pada akhir
tiap-tiap Isim Jama’ atau yang menyerupai bentuk jama’
contoh: أُولُوا الأَلْبب, مُلقُوْا رَبهِمْ
b. Setelah huruf Hamzah yang ditulis diatas waw, contoh : تالله تفتؤا
c. Beberapa kalimat yang keluar dari kaedah, seperti : مائة, مِائَتَيْنِ
atau yang mempunyai hukum
jama’ (بنوا اسرا ئيل ) dan menambah alif
setelah hamzah marsumah (hamzah yang terletak di atas lukisan
wawu ( تالله تفتؤا).
d. dll
3. Al-Hamzah.
a. Jika huruf hamzah sakinah (mati) maka ditulis sesuai dengan harakat
huruf sebelumnya, contoh : البأساء,
إئذِن
b. Jika huruf hamzah berharakat, dengan perincian:
·
Jika
berada pada permulaan kalimat dan bertemu dengan huruf zaidah, maka
ditulis dengan huruf alif, contoh : أيوب,
أولو, إذا
·
Jika
berada ditengah-tengah kalimat maka ditulis sesuai dengan harakatnya. Bila
hamzah berharakat fathah maka ditulis dengan alif, jika kasrah
maka ditulis dengan ya’ jika dhammah maka ditulis dengan waw, contoh : سأل, سئل,
تقرؤه
·
Jika
berada diakhir kalimat maka ditulis sesuai dengan harakat sebelumnya. Bila
huruf sebelum hamzah berharakat fathah maka hamzah ditulis dengan alif,
jika huruf sebelumnya berharakat dhammah maka ditulis dengan waw dan jika
huruf sebelumnya berharakat kasrah maka ditulis dengan ya’, contoh: لؤلؤ, سبأ,
شاطئ
·
Jika
huruf sebelum hamzah berharakat sukun (mati) maka ditulis sendirian,
contoh : يُخْرِجُ الخَبْءَ, مِلْءُ الأَرْضِ
·
Dll.
c. Dll.
4. Badal (penggantian),
a. Huruf alif diganti dengan huruf waw untuk menunjukkan keagungan,
contoh : الحَيوةَ, الصلَوة, الزكَوة.
b. Alif ditulis dengan ya’ jika asal kalimatnya dari ya’, contoh : يأَسَفَى، يحَسْرَتَى. Selain itu ada juga
beberapa kalimat yang keluar dari kaidah ini seperti : حتى, بلى, على, إلى, متى, أنى
c. Nun ditulis dengan alif pada nun taukid khafifah, contoh : إذاً
d. Dll.
5. Washal dan fashl(penyambungan
dan pemisahan).
a. Kalimat (أَنْ) jika bertemu
dengan (لَا)
maka ditulis menyambung (أَلاْ) ,
kecuali pada beberapa tempat, yaitu : Surat al-A’raf : 150, 169, Hud : 14, 26,
At-Taubah : 118, al-Hajj : 26, Yasin : 60, ad-Dukhan : 19, al-Qalam : 24.
b. Kalimat (مِنْ) jika bertemu dengan (ما) maka ditulis menyambung (مِما)
kecuali pada surat an-Nisa’ : 25, ar-Rum : 28, al-Baqarah : 57.
c. Kalimat (مِنْ) jika bertemu dengan (مَنْ) maka secara mutlak harus ditulis menyambung (مِمنْ).
d. dll
6. Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua
bunyi,penulisanya disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf
ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif,
contohnya,(ملك يوم الدين ). Ayt ini boleh
dibaca dengan menetapkan alif(yakni dibaca dua alif), boleh juga dengan
hanya menurut bunyi harakat(yakni dibaca satu alif).[4]
[1] Zainal Arifin,
Mengenal Rasm Utsmani Sejarah Kaidah Dan Hukum Penulisan Al-Quran Dengan
Rasm Utsmani, (Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Tanpa Tahun),
Hlm.9.
[2] Terdapat 8
pembahasan: 1. Pembahasan tentang “Ta” dan “Ha” terkait bentuknya “Ha’ ta’nis
“. 2. Pembahasan tentang maqtu dan maushul. 3. Pembahasan tentang Zawatul Ya dan Wawu, 4. Pembahasan tentang
Hamzah. 5. Pembahasan tentang Hadzf dan Ziyadah. 6. Pembahasan tentang
bertemunya dua hamzah. 7. Pembahasan tentang
alif Wasal. 8. Pembahasan tentang huruf-huruf yang diperselisihkan oleh penduduk
Hijaz, Irak, dan Syam.( Abil Abbas Ahmad bin
Ammar al-Mahdawi, Hija’Mashahifil Amshar.pdf , (Emirat Arab: Dar
Ibnu al-Jawzi, 1430 H). Hlm. 7 )
[3] Terdapat 5
pembahasan: 1. membuang huruf, 2.
menambah huruf, 3. mengganti huruf, 4. memutus dan menyambung kata, 5.
penulisan hamzah. (Ghanim Qadduri al-Hamd, Muwazanah baina Rasmil Mushaf Wan
Nuqush Al-Arabiyah Al-Qadimah dalam
Legalisasi Rasm Utsmani Dalam Penulisan Al-Quran.(Jakarta: Tesis Uin Syarif
Hidayatullah, 2009 )
[4] Zainal Arifin,
Mengenal Rasm Utsmani Sejarah Kaidah Dan Hukum Penulisan Al-Quran Dengan
Rasm Utsmani, (Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Tanpa Tahun)
Hlm.9-14 dalam menyusun 6 perincian ini berikut contoh-contohnya Zainal Arifin.
Mengambil beberapa referensi diantaranya: Abu Amr ad-Dani, Al-Muqni Fi Rasmi
Al-Mashahif Al-Amshar, & al-Muhkam Fi Nukath Al-Mashahif. Dll.
Comments