Korupsi Dan Suap

1.Pendahuluan
Istilah korupsi dan suap memang sudah tidak asing lagi bagi kita, apalagi setiap hari kita melihat siaran berita ataupun media cetak yang memberikan informasi mengenai beragam kasus korupsi yang terjadi di negeri ini.
Hal tersebut sepertinya sudah menjadi sebuah penyakit kronis yang menyerang bangsa ini.  Jauh sebelum itu, hal tersebut—korupsi dan suap—ternyata pernah terjadi di zaman Rasul, sehingga ada hadits-hadits yang melarang perbuatan tersebut. Bahkan praktik korupsi dan suap itu pernah terjadi pada masa Nabi Sulaiman AS. Pada masa nabi Sulaiman, praktik suap pernah dilakukan oleh ratu Saba kepada nabi Sulaiman. Di kisahkan bahwa suatu ketika nabi Sulaiman menulis surat kepada ratu Saba dan kaumnya yang menyembah matahari (QS.an-Naml ayat 24) untuk mengesakan Allah swt (QS.an-Naml ayat 29-30). Setelah membaca surat dari nabi Sulaiman, ratu Saba kemudian mengambil jalur diplomasi dan negosiasi dengan cara memberi hadiah (menyuap) kepada nabi Sulaiman dengan harta yang mahal dan istimewa. Mendapati hal tersebut, nabi Sulaiman menolak dengan tegas atas negosiasi dari ratu Saba tersebut yang diabadikan dalam al-Qur’an an-Naml ayat 35-37 :
وَإِنِّي مُرۡسِلَةٌ إِلَيۡهِم بِهَدِيَّةٖ فَنَاظِرَةُۢ بِمَ يَرۡجِعُ ٱلۡمُرۡسَلُونَ ٣٥ فَلَمَّا جَآءَ سُلَيۡمَٰنَ قَالَ أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٖ فَمَآ ءَاتَىٰنِۦَ ٱللَّهُ خَيۡرٞ مِّمَّآ ءَاتَىٰكُمۚ بَلۡ أَنتُم بِهَدِيَّتِكُمۡ تَفۡرَحُونَ ٣٦ ٱرۡجِعۡ إِلَيۡهِمۡ فَلَنَأۡتِيَنَّهُم بِجُنُودٖ لَّا قِبَلَ لَهُم بِهَا وَلَنُخۡرِجَنَّهُم مِّنۡهَآ أَذِلَّةٗ وَهُمۡ صَٰغِرُونَ ٣٧ )سورة النمل,٣٥-٣٧(

Artinya : Dan Sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu". Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata: "Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? Maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu ; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu. Kembalilah kepada mereka sungguh Kami akan mendatangi mereka dengan balatentara yang mereka tidak Kuasa melawannya, dan pasti Kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba) dengan terhina dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina dina".

Kemudian pada masa kerasulan Muhammad saw, praktik suap juga terjadi antara suku Quraisy dengan Rasulullah saw. Kasus pada masa ini menurut catatan sirah, terjadi pada peristiwa siyasah muwafazah (peristiwa tawar menawar antara kedua belah pihak). Dalam peristiwa tersebut, dikisahkan bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah memberikan usulan pada sidang pleno para pembesar kafir Quraisy seraya mengusulkan gagasan dalam forum tersebut agar dirinya diizinkan menemui Muhammad untuk melakukan sebuah negosiasi agar Muhammad mau meninggalkan aktivitas dakwahnya. Setelah mendapat dukungan dari para pembesar kaum kafir Quraisy, Utbah kemudian menemui Rasulullah dan membujuknya agar berhenti berdakwah karena dianggap merugikan kaum kafir Quraisy dengan iming-iming harta, jabatan dan status, serta wanita cantik. Mendengar tawaran tersebut, Rasulullaah menberitahu Utbah akan misi dakwah Rasulullah dengan mengutip surat Fushilat ayat 1-3.[1]
حمٓ ١  تَنزِيلٞ مِّنَ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ٢  كِتَٰبٞ فُصِّلَتۡ ءَايَٰتُهُۥ قُرۡءَانًا عَرَبِيّٗا لِّقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ ٣ )سورة فصّلت,١-٣(
1. Haa Miim 2. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang 3. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui [Fussilat,1-3].
Dengan melihat berbagai fenomena yang terjadi maka kiranya penting kita mengetahui tentang hadits-hadits yang berbicara tentang korupsi dan suap, serta bagaimana kontekstualisasinya pada praktek korupsi dan suap di era sekarang.





2.Pembahasan
a.    Hadits-Hadits tentang korupsi dan suap
-Hadits tentang ghulul (korupsi)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ أَبِي حَيَّانَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو زُرْعَةَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَامَ فِينَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ الْغُلُولَ فَعَظَّمَهُ وَعَظَّمَ أَمْرَهُ قَالَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ شَاةٌ لَهَا ثُغَاءٌ عَلَى رَقَبَتِهِ فَرَسٌ لَهُ حَمْحَمَةٌ يَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ وَعَلَى رَقَبَتِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ يَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ وَعَلَى رَقَبَتِهِ صَامِتٌ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ أَوْ عَلَى رَقَبَتِهِ رِقَاعٌ تَخْفِقُ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ وَقَالَ أَيُّوبُ عَنْ أَبِي حَيَّانَ فَرَسٌ لَهُ حَمْحَمَةٌ
(BUKHARI - 2844) : Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada kami Yahya dari Abu Hayyan berkata telah bercerita kepadaku Abu Zur'ah berkata telah bercerita kepadaku Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam berdiri di hadapan kami lalu Beliau menuturkan tentang ghulul (mengambil harta Rampasan perang sebelum dibagikan) dan Beliau (memperingatkan) besarnya dosa dan akibat dari perbuatan tersebut. Beliau bersabda: "Sungguh akan kutemui salah seorang dari kalian pada hari qiyamat yang di tengkuknya ada seekor kambing yang mengembik, di tengkuknya ada seekor kuda yang meringkik sambil dia berkata; "Wahai Rasulullah, tolonglah aku", lalu aku jawab; "Aku tidak berkuasa sedikitpun terhadapmu. Aku sudah menyampaikan kepada kamu (ketika di dunia) ". Dan kutemui seseorang yang di atas tengkuknya ada seekor unta yang melenguh, sambil dia berkata; "Wahai Rasulullah, tolonglah aku", lalu aku menjawab: "Aku tidak berkuasa sedikitpun terhadapmu. Aku sudah menyampaikan kepada kamu (ketika di dunia) ". Dan kutemui seseorang yang di atas tengkuknya ada sebongkah emas dan perak lalu dia berkata; "Wahai Rasulullah, tolonglah aku", lalu kujawab: "Aku tidak berkuasa sedikitpun terhadapmu. Aku sudah menyampaikan kepada kamu (ketika di dunia) ", Dan kutemui seseorang yang di atas tengkuknya ada lembaran kain sembari berkata; "Wahai Rasulullah, tolonglah aku", lalu aku katakan: "Aku tidak bekuasa sedikitpun terhadapmu. Aku sudah menyampaikan kepada kamu (ketika di dunia) ". Dan Ayyub dari Abu Hayyan mengatakan; "(Dan seseorang) yang di tengkuknya ada kuda yang meringkik".
-Hadits tentang risywah (suap)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
(ABUDAUD - 3109) : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari Al Harits bin Abdurrahman dari Abu Salamah dari Abdullah bin 'Amru ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat orang yang memberi uang sogokan dan orang yang menerimanya."

b.      Definisi Ghulul dan Risywah
-       Definisi Ghulul (Korupsi)
Secara etimologis kata ghulul berasa ldari kata kerja غَلَلَ – يَغْلِلُ masdar invinitive atau verbal noun-nya ada beberapa pola الغِلُّ– الغُلَّةُ– الغَلَلُ – والغَلِيْلُ semuanya diartikan oleh Ibnu Manzhur dengan  شِدَّةُ العَطْشِ وَحَرَارَتُهُ yang bermakna “sangat kehausan dan kepanasan”. Lebih spesifik dikemukakan dalam al-Mu’jam al-Wasit bahwa kata ghulul dari kata kerja غَلَّ - يَغُلُّ yang berarti خَانَ فِى المَغْنَمِ وَغَيْرِهِyang bermakna “berkhianat dalam pembagian harta rampasan perang atau dalam harta-harta lain”. Adapun kata اْلغُلُوْلُ dalam arti“berkhianat terhadap harta rampasan perang”disebutkan dalam firman Allah surat Ali ‘Imran [3] ayat 161 yang artinya“tidak mungkin seorang Rasulullah berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat niscayam pada hari kamatian datang membawa apa yang di khianatkanitu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya dan mereka tidak didzalimi.
Pada umumnya para  ulama menghubungkan ayat ini dengan peristiwa Perang Uhud tahun ke-3 H, meskipun ada juga riwayat yang menginformasikan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan kasus“sehelai beludru merah” yang hilang pada saat Perang Badar.
Dari definisi ghulul secara etimologis di atas bisa diketahui bahwa Ibnu Manzhur berbeda dengan tim penulis al-Mu’jamal-Wasit dalam mendefinisikan ghulul. Ibnu Manzhur secara tegas menyatakan bahwa secara bahasa ghulul berarti sangat kehausan,sedangkan tim penulis al-Mu’jamal-Wasit langsung pada pengertian secara istilah yaitu berkhianat terhadap harta rampasan perang. Adapun definisi ghulul secara terminologis antara lain dikemukakan oleh Rawas Qala’arji dan Hamid Sadiq Qunaibi dengan أَخْذُ الشَّيْءِ وَدَسُّهُ فِى مَتَاعِهِ yang bermakna “mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya”.
Dari beberapa definisi diatas baik secara etimologis maupun terminologis bisa disimpulkan bahwa istilah ghulul diambil dari surat Ali-Imran [3] ayat 161 yang pada mulanya hanya terbatas pada tindakan pengambilan,  penggelapan atau berlaku curang, dan khianat terhadap harta rampasan perang. Akan tetapi dalam pemikiran berikutnya berkembang menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta-harta lain, seperti tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik bersama kaum muslim, harta bersama dalam suatu kerjasama bisnis, hartanegara, harta zakat, dan lain-lain.[2]
Sedangkan definisi korupsi itu sendiri  berasaldari bahasa latin yaitu corruption atau corruptus yang disalin ke dalam bahasa Inggris menjadi corruption atau corrupt, dan bahasa Prancis menjadi corruption dan dalam bahasa Belanda disalin menjadi corruptie. Asumsi kuat menyatakan bahwa kata korupsi yang kita sebut di itu serapan dari bahasa Belanda. Korupsi secara umum dimaknai sebagai sebuah tingkah laku manusia yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, dan kelompok sendiri atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.[3]
-       Definisi Risywah (Suap)
Secara etimologis kata risywah berasal dari bahasa Arab “رَشَا يَرْشُوْ” yang mashdarnya bisa dibaca “رَشْوَةٌ" , “رِشْوَة” atau “رُشْوَة”, yang berarti “الجَعْلُ” yaitu upah, hadiah, komisi atau suap. Secara terminologis, risywah adalah sesuatu yang diberikan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan yang batil/salah atau menyalahkan yang benar. [4]
Sedangkan definisi suap secara umum yaitu Suap (bribery) bermula dari asal kata briberie(bahasa Perancis) yang artinya adalah ‘begging’(mengemis) atau ‘vagrancy’(penggelandangan). Dalam bahasa Latin disebut briba, yang artinya ‘a price of bread given to beggar’(sepotong roti yang diberikan kepada pengemis). Dalam perkembangannya, bribe bermakna sedekah (alms), pemerasan (blackmail atau extortion) dalam kaitannya dengan ‘gifts received or given in order to influence corruptly’ (pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud untuk mempengahi secara jahat atau korup).
Secara etimologis, suap menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer memiliki arti : nasi (dan sebagainya) sebanyak yang dijemput dengan jari dan dimasukkan kedalam mulut ; uang sogok (dalam arti kiasan). Sementara menyuap memiliki arti : makan tanpa memakai  sendok dan sebagainya, melainkan dengan tangan; memberi dan memasukkan makanan ke dalam mulut orang yang diberi makan; menyogok, memberi uang sogok (dalam arti kiasan). Padanan kata suap dalam bahasa Inggris adalah bribery dari akar kata bribe yang berarti something given, offered or promised to somebody in order to influence or persuade him (often to do something wrong) in favour of the giver.[5]
c.       Sebab-sebab korupsi
Awalnya disebabkan karena kondisi sosial ekonomi yang rawan sehingga banyak orang yang melakukan korupsi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. kemudian penegakan hukum yang tidak konsisten, lemahnya lingkungan  anti-korup, gagalnya pendidikan agama dan etika.[6] Kemudian juga dalam sumber lain disebutkan bahwa diantara penyebab terjadinya korupsi adalah pengawasan yang tidak efektif, tidak ada keteladanan pemimpin, serta budaya masyarakat yang kondusif kkn.[7]
d.      Ragam tindak pidana korupsi
Dalam praktek korupsi, sebenanrya banyak contoh yang bisa dikategorikan sebagai korupsi diantaranya: Gratifikasi, benturan kepentingan dalam pengadaan, melakukan kecurangan, tindakan pemerasan, melakukan penggelapan dalam jabatan, tindakan suap-menyuap, tindakan merugikan keuangan negara. Kemudian berbagai tindakan korupsi yang pernah terjadi pada masa Nabi ialah:
Ragam praktik korupsi pada masa Nabi
Isu Korupsi Beludru                           : Tirmidzi 2935, Dawud 3457
Korupsi Gonimah                             :
a.    Mantel rampasan perang                 : Bukhori 2845, Majah 2839, Ahmad 6205
b.    Korupsi manik-manik di khaibar    : Majah 2838, Nasa’i 1933, Dawud 2335, Ahmad 20686, Malik 867.
c.    Mantel dan Tali sepatudi khaibar: Bukhori 3908, Muslim 166, Nasai 3747, Dawud 2336, Malik 869
d.    Selimut/ Mantel di khaibar              : Muslim 165, tirmidzi 1499, ahmad 198, 310, Darimi 2378.
Korupsi Non-Ghanimah
a.    Mengambil kekayaan pablik                       : Tirmidzi 1255
b.    Memberi hadiah pejabat                  : Bukhori 6639, 2407, 1404, 873,6145, 6464, 6658  
Muslim 3413, 3414, Dawud 2557, Ahmad 22492, 22495, Darimi 1609.
c.    Mengambil Uang diluar gaji resmi   : Dawud 2554
d.    Menggelapkan (hasil) pekerjaan      : Muslim 3415, Dawud 3110, Ahmad 17056
e.    Mengambil Tanah                           :  Ahmad 17131, 21822, dan 21839
e.       Dampak Korupsi
Dampak ataupun akibat dari adanya tindak pidana korupsi begitu banyak, korupsi mempengaruhi ke dalam berbagai lini, diantaranya berpengaruh terhadap perekonomian yaitu semakin memperbesar angka kemiskinan, karena banyak program-program pemerintah yang tidak sampai pada sasarannya, kemudian mempengaruhi terhadap kehidupan sosial, Masyarakat juga menjadi kian permisif pada tindak korupsi. Korupsi dianggap sebagai suatu kelaziman dan bahkan menjadi pelumas bagi proses ekonomi dan politik. Sikap dan perilaku kolusif dan koruptif itu pada akhirnya akan meniadakan etos kompetisi secara sehat. Memperkuat anggapan bahwa siapa yang berkuasa dan mempunyai uang bisa mengatur segalanya, kesenjangan antarkelompok sosial kian melebar sehingga menciptakan kerawanan sosial. Dampak korupsi yang menurut pemakalah sangatlah membahayakan adalah tehadap akhlak dan moral, pemimpin yang seharusnya menjadi tauladan malah memberi contoh yang tidak baik, sehingga orang yang dipimpinnya menganggap itu menjadi hal yang biasa saja, dan bahkan sudah menjadi budaya. Terhadap penegakan hukum juga korupsi itu berdampak besar, institusi penegak hukum menjadi lemah, merusak moral aparatur penegak hukum, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap institusi hukum. Dan masih banyak lagi akibat negatif dari adanya korupsi yang tidak pemakalah cantumkan semuanya.[8]
f. Tinjauan hukum terhadap perilaku korupsi pada masa Nabi dan juga menurut hukum positif Indonesia
-Penanganan Korupsi pada masa Nabi
Dalam menangani kasus korupsi, Nabi tidak menanganinya dengan pendekatan kriminalitas namun langkah-langkah yang lebih dikedepankan adalah langkah teologi moralitas atau moral psikologis yaitu berupa pembinaan moral dengan menanamkan kesadaran untuk menghindarinya dan mengingatkan tentang hukuman akhirat yang akan di timpakan bagi pelakunya. Nabi mengingatkan bahwa meskipun nominal yang dikorupsi itu kecil tetapi ia akan dimasukan ke dalam neraka. Pendekatan teologi moralitas ini secara konsisten beliau pergunakan dalam menangani kasus korupsi. Hal tersebut bisa terlihat dalam hadits-jadits yang secara spesifik menjelaskan tentang strategi yang dilakukan Nabi dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya korupsi, Syaikhudin dalam skripsinya menyebutkan bahwa ada empat kelompok hadits yang menjelaskan tentang langkah-langkah Nabi dalam mengantisipasi atau menangani korupsi.
1.    Mensabdakan bahwa sadaqah barang hasil korupsi tidak akan diterima Allah. SWT, yang terdapat dalam hadits Muslim: 3415, Tirmidzi 1, Ibn Majah: 268, Ahmad: 4470, 4728, 4877, 4957, 5162
2.    Tindakan korupsi dapat menghalangi ke syurga, yang terdapat dalam hadits Tirmidzi: 1497, Ibn Majah 1498, Ahmad 2403, 21335, Darimi: 21356, 21391, 21398, 2479
3.    Mengancam orang yang melindungi koruptor dengan status sama seperti korupsi yang terdapat dalam hadits Dawud 2341
4.    “Memukul” koruptor dan membakar harta korupsinya, hanya saja yang terakhir ini menurut para Ulama dinilai dhaif, yang terdapat dalam hadits Dawud 2340, 2338, 2339, Tirmidzi 1381, Darimi 2379
Menurut para ulama hadits ini dhaif karena ada rawi yang bernama salih Muhammad ibn Zaidah yang seluruh ahli hadits mendhaifkannya. Menurut Bukhori hadits yang diriwayatkan jalur Umar bin Khattab yang didalamnya ada rawi Salih Ibn Muhammad Ibn Zaidah adalah hadits yang batil yang tidak ada sumbernya dan para perawinya juga tidak dapat dipegangi sedangkan Daruqutni menyatakan bahwa para ahli hadits mengingkari hadits ini dan hadits ini merupakan hadits yang tidak ada mutaba’ah dan asalnya dari Rasulullah.[9]
-       Hukum positif tentang Korupsi



3.    Kesimpulan
Ghulul atau dalam bahasa yang sering kita dengar yaitu korupsi merupakan salah satu tindakan penggelapan harta ataupun perilaku curang demi memenuhi kebutuhan pribadi yang merugikan orang lain, dan risywah/ suap dapat dikatakan sebagai tindakan memberikan sesuatu untuk menggugurkan yang hak dan membenarkan yang batil, kedua perilaku tercela itu benar-benar telah menjadi penyakit kronis bagi bangsa ini. Adapun penyebabnya adalah yang menurut pemakalah sendiri itu pada hakikatnya bersumber dari diri sendiri yang kadang di dukung oleh hal lainnya yaitu lingkungan, dan lainnya. Dan perilaku tercela tersebut memang bukan terjadi di era sekarang saja, tetapi dari berbagai hadits yang telah pemakalah paparkan sebelumya menunjukan bahwa memang pada masa Nabi pun hal itu telah banyak terjadi, dan Nabi pun melakukan penanganan terhadap kasus tersebut dengan langkah-langkahnya seperti yang disebutkan dalam hadits, diantaranya memberikan nasihat bahwasannya perilaku tersebut menghalangi kita untuk ke syurga kemudian Nabi tidak menerima shadaqah hasil korupsi dan lain sebagainya. Begitu pun hukum positif Indonesia juga telah mempunyai undang-undang tentang perkara itu, namun seperti yang bisa kita lihat bahwasannya penegakan hukum di negara kita masih lemah sehingga tidak memberikan efek jera dan juga malah semakin mewabah. Kita sebagai generasi muda harus mulai membenahi ini semua dengan memberikan contoh yang baik yang dimulai dari diri kita sendiri.



1.      Daftar Pustaka
-Abdul Kholiq. “Hadis-Hadis Tentang Laknat Bagi Pelaku Suap (Risywah) dalam Al-Kutub Al-Tis’ah (Studi Ma’anil Hadis)”. dalam Skripsi. (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin. 2010)

-Syaikhudin. “Korupsi Dan Pemberantasannya Pada Masa Nabi Muhammad (Studi Maanil Hadits Tentang Hadits Hadits Ghulul)”. dalam skripsi  , (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, 2010)

-Ermansjah, Djaja. 2010 Mendesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Sinar Grafika.

-Irfan, Nurul. 2014 Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta : Amzah.
-Klitgaard, Robert .2005 Membasmi Korupsi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
-Mas’udi F, Mashdar. 2006. Korupsi, Hukum, dan Moralitas Agama (Mewacanakan Fikih Antikorupsi). Yogyakarta: Gama Media









[1] Abdul Kholiq, “Hadis-Hadis Tentang Laknat Bagi Pelaku Suap (Risywah) dalam Al-Kutub Al-Tis’ah (Studi Ma’anil Hadis)”, dalam skripsi, (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, 2010), hlm. 3-5.

[2] Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Amzah, 2014), hlm. 78-81
[3] Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm. 29 dan 31.
[4] Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, hlm 89
[5]Abdul Kholiq, “Hadis-Hadis Tentang Laknat Bagi Pelaku Suap (Risywah) dalam Al-Kutub Al-Tis’ah (Studi Ma’anil Hadis, hlm. 3-5.
[6] Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, hlm 36-37
[7] Djaja Ermansjah, Mendesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Jakarta : Sinar Grafika 2010), hlm.45-47
[9] Syaikhudin, “Korupsi Dan Pemberantasannya Pada Masa Nabi Muhammad (Studi Maanil Hadits Tentang Hadits Hadits Ghulul)”, dalam skripsi  , (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, 2010), hlm 91-103

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Ulumul Qur'an | Dlomir, Tadzkir, Dan Ta'nits

contoh hasil penelitian ilmu rijal al-hadis

makalah al-Targhib dan al-Tarhib