pesaudaraan sesama muslim

Pesaudaraan Sesama Muslim

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang selalu membutuhkan teman dan kasih sayang dari sesamanya. Setiap diri terikat dengan berbagai bentuk ikatan dan hubungan, diantaranya hubungan sosial, ekonomi dan hubungan kemanusiaan lainnya. Maka demi mencapai kebutuhan tersebut adalah fitrah untuk selalu berusaha berbuat baik terhadap sesamanya. Islam sangat memahami hal tersebut, oleh sebab itu hubungan persaudaraan harus dilaksanakan dengan baik.
Hubungan persaudaraan sesama muslim mempunyai kewajiban untuk saling membantu, saling menghormati, menjenguk ketika sakit, mengantarkan sampai ke kuburan ketika meninggal dunia, saling mendoakan, larangan saling mencela, larangan saling menghasud dan lain sebagainya.

B.     Rumusan masalah
a.       Bagaimana menjalin atau memelihara persaudaraan sesama muslim ?
b.      Apa larangan bagi orang yang memutuskan persaudaraan ?
c.       Apa keutamaan dari persaudaraan ?
d.      Apa bahayanya bagi orang yang memutus persaudaraan ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Persaudaraan muslim
Persaudaraan sesama umat Islam sering disebut dengan “ukhuwah Islamiyah”. Kata ukhuwah” berasal dari kata “akhun” yang berarti saudara. Sedangkan kata “Islamiyah” berasal dari kata “Islam” yang berarti agama Islam. persaudaraan (ukhuwah) jika dijaga dengan baik akan menimbulkan kekuatan, selain itu bahwa orang Islam dengan orang Islam lainnya itu bersaudara. Itu artinya kita harus saling tolong, saling asah, saling asih, dan saling asuh. Di antara sesama orang Islam tidak boleh saling dengki, iri hati, benci, saling bertengkar atau saling bermusuhan.
Rasulullah SAW. Bersabda;
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ غَيْرَ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ جَدِّهِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا.
1928. Hasan bin Ali Al Khallal dan yang lainnya menceritakan kepada kami dan mereka berkata: Abu Usamah menceritakan kepada kami, dari Buraid bin Abdullah bin Abu Burdah. dari bapaknya. dari Abu Musa Al Asy'ari, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Seorang mukmin bagi mukmin (yang lain) itu seperti bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian (yang lain) '. " Shahih: Takhrij Al Misykah (104); dan Al Iman Ibnu Abu Syaibah (90); Muttafaq alaih
Abu Isa berkata, "Hadits ini adalah hasan shahih."
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ أَسْبَاطِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْقُرَشِيُّ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ هِشَامِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَخُونُهُ وَلَا يَكْذِبُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ عِرْضُهُ وَمَالُهُ وَدَمُهُ التَّقْوَى هَا هُنَا بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْتَقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
1927. Ubaid bin Asbath bin Muhammad Al Qurasyi menceritakan kepada kami, dari bapaknya, dari Hisyam bin Sa'ad, dari Zaid bin Aslam, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Seorang muslim itu saudara bagi muslim (yang lain). Ia tidak (boleh) mengkhinatinya, tidak (boleh) mendustainya, dan tidak (boleh pula) menghinanya. Setiap muslim atas muslim (yang lain) adalah haram kehormatanya, hartanya, dan darahnya. Takwa itu ada di sini. Seorang Muslim cukup berbuat jahat; dengan menghina saudaranya yang muslim'." Hadits ini adalah hadits yang shahih: Al Irwa' (8/99-100)
Abu Isa berkata, "Hadits ini adalah hasan gharib ". Dalam bab ini ada riwayat lain dari Ali dan Abu Ayyub.[1]
Dalam hadits nabi diatas di jelaskan bahwa persaudaraan seorang muslim sangatlah erat sehingga diibaratkan seorang mukmin bagi mukmin (yang lain) itu pada sebuah bangunan, sebagiannya menguatkan dengan yang lain, artinya seorang mukmin bagi mukmin yang lain harus saling menguatkan, saling kasih mengasihi, saling tolong menolong, saling cinta, memberi nasehat, dan tak dapat dipisahkan.
Karena begitu pentingnya persaudaraan sehingga syari’at dalam islam pun mengandung nilai-nilai persaudaraan dan solidaritas seperti jamaah, zakat, haji, shalat, ibadah qurban, dst.
Islam mendorong para pengikutnya agar bersikap aktif dalam upaya menjalin ukhwah dengan pengikut agama terutama sesama muslim. Hal ini Allah menjelaskan lebih lanjut tentang persaudaraan dalam ayatnya al-Hujarat: 10:
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٠
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.[2]
Menjalin persaudaraan sesama muslim sangat penting artinya, karena dengan ikatan persaudaraan akan diperoleh persatuan. Dengan adanya persatuan dapat diraih kekuatan. Jika persatuan dan kekuatan telah dimiliki oleh umat Islam maka segala apa yang menjadi hajat hidup kaum muslimin Insya Allah dapat diwujudkan. Selain itu, syi‟ar Islam juga akan lebih terasa, karena di setiap daerah muslim akan terdapat kegiatan kegiatan syi‟ar Islam. Misalnya, dengan banyak pembangunan masjid,madrasah, dan pondok pesantren akan menambah semarak kehidupan keagamaan masyarakat.
Menurut M Quraisy Shihab, membagi menjadi empat macam bentuk persaudaraan :
1. Ukhuwah ‘ubudiyyah atau saudara kesemakhlukan dan ketundukan kepada Allah.
2. Ukhuwah Insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara karena berasal dari seorang ayah dan ibu.
3. Ukhuwah Wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
4. Ukhuwah fi ad-din al-Islam, persaudaraan muslim. Rasulullah SAW bersabda: “Kalian adalah saudara-saudaraku, saudara-saudara kita adalah yang dating sesudah (wafat)ku.”[3]
B.     Menjalin Persaudaraan
Menjalin persaudaraan berarti menjalin silaturahmi secara bahasa berasal dari dua kata, yakni silah (hubungan) dan Rahim (Rahim perempuan) yang mempunyai arti Hubungan nasab, kata al-Arham (rahim) diartikan sebagai Silaturahmi[4]. Namun pada hakikatnya silaturahmi bukanlah sekedar hubungan nasab, namun lebih jauh dari itu hubungan sesama muslim.
orang yang selalu menyambung silaturhami akan dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang selalu.
Orang yang selalu bersilaturahmi tentunya akan memiliki banyak teman dan relasi, sedangkan relasi merupakan salah satu factor yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam berusaha. Selain dengan banyaknya teman akan memperbanyak saudara dan berarti pula ialah meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Hal ini karena telah melaksanakan perintah-Nya, untuk menghubungkan silaturahmi.
C.    Keutamaan silaturahmi
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ أََحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ).                                  
Dari Abi Hurairah ra. Ia berkata : bersabda rasulullah saw. : “ Barang siapa yang ingin di luaskan rizqinya dan di panjangkan umurnya maka hendaknya ia menyambung silaturahmi”. ( H.R Bukhari)
D.    Larangan memutus persaudaraan
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ  صلى الله عليه وسلم قَالَ: لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ, فَيُعْرِضُ هَذَا, وَيُعْرِضُ هَذَا, وَخَيْرُهُمَا اَلَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
            Dari Abu Ayub ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda : “tidak di halalkan bagi seorang muslim memusuhi saudaranya lebih dari tiga hari, sehingga jika bertemu saling berpaling muka, dan sebaik-baik keduanya adalah yang mendahului memberi salam”. (Mutafaqqun ‘alaih)
Islam menganjurkan untuk menyambung hubungan dan bersatu serta mengharamkan pemutusan hubungan, saling menjauhi, dan semua perkara yang menyebabkan lahirnya perpecahan. Karenanya Islam menganjurkan untuk menyambung silaturahim dan memperingatkan agar jangan sampai ada seorang muslim yang memutuskannya. Dan Nabi shalllallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa bukanlah dikatakan menyambung silaturahmi ketika seorang membalas kebaikan orang yang berbuat kebaikan kepadanya, yakni menyambung hubungan dengan orang yang senang kepadanya. Akan tetapi yang menjadi hakikat menyambung silaturahmi adalah ketika dia membalas kebaikan orang yang berbuat jelek kepadanya atau menyambung hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan dengannya.
Dan orang yang memutus persaudaraan atau silaturahmu maka ia akan mendapatkan balasan yang menyedihkan pula. Rasulullah SAW, bersabda;
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
            Dari Jubair bin Muth’im ra. Ia berkata : bersabda Rasulullah saw. : “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan”. (Mutafaqun ‘alaih)
Orang yang memutuskan silaturahmi adalah orang yang dilaknat oleh Allah. Dosa yang dipercepat oleh Allah untuk diberi siksa di dunia dan akhirat adalah memutuskan silaturahmi (selain berbuat zalim). 0rang yang memutuskan silaturahmi doanya tidak dikabulkan oleh Allah. 0rang yang memutuskan silaturahmi tidak akan masuk surga. Bila dalam suatu kaum terdapat orang yang memutus silaturahmi, maka kaum itu tidak akan mendapat rahmat dari Allah.[5]
E.     Adab menjalin persaudaraan
Seperti kita ketahui setiap segala sesuatu amal kebaikan akan menjadi ibadah yang diterima manakala diniatkan dengan niat yang baik, berupa keikhlasan, dan akan menjadi buruk manakala diniatkan dengan niat buruk, berupa ksyirikan baik kecil apalagi besar. Akan tetapi seseorang tidak boleh menghalalkan yang haram semata-mata dengan alasan baiknya niat.
Dalam menjalin suatu hubungan silaturahmi tak kalah penting untuk memilih dalam menjalankan suatu hubungan, diibaratkan apabila seseorang berkumpul dengan ahli minyak wangi maka ia akan merasakan wanginya pula, dan begitu pula dalam suatu hubungan, sebagai contoh apabila seseorang berteman dengan orang yang berkelakuan kurang baik maka perlakuannya pun tidak akan jauh dari temannya begitu pula sebaliknya. Maka berkumpullah dengan orang yang saleh, yang bisa meningkatkan keimanan.
Dan yang paling tidak kalah penting ialah menjalinnya dengan penuh cinta, cinta karena Allah, karena seorang muslim sejati adalah kecintaannya kepada teman-teman dan saudara-saudaranya se-Islam, sebuah cinta yang tak tergantung oleh kepentingan-kepentingan duniawi dan motif-motif apapun. Cinta ini merupakan merupakan cinta sejati seorang saudara, yang kesuciannya berasal dari sinar tuntunan Islam; pengaruhnya terhadap perilaku umat Islam lainnya cukup unik dalam sejarah hubungan manusia. Cinta inilah adalah cinta yang sebenarnya. Yaitu cinta karena Allah.[6]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Persaudaraan seorang muslim sangatlah erat sehingga diibaratkan seorang mukmin bagi mukmin (yang lain) itu pada sebuah bangunan, sebagiannya menguatkan dengan yang lain, artinya seorang mukmin bagi mukmin yang lain harus saling menguatkan, saling kasih mengasihi, saling tolong menolong, saling cinta, memberi nasehat, dan tak dapat dipisahkan.
Karena begitu pentingnya persaudaraan sehingga syari’at dalam islam pun mengandung nilai-nilai persaudaraan dan solidaritas seperti jamaah, zakat, haji, shalat, ibadah qurban, dst.
Orang yang selalu bersilaturahmi tentunya akan memiliki banyak teman dan relasi, sedangkan relasi merupakan salah satu factor yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam berusaha. Selain dengan banyaknya teman akan memperbanyak saudara dan berarti pula ialah meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Hal ini karena telah melaksanakan perintah-Nya, untuk menghubungkan silaturahmi.
Orang yang memutuskan silaturahmi adalah orang yang dilaknat oleh Allah. Dosa yang dipercepat oleh Allah untuk diberi siksa di dunia dan akhirat adalah memutuskan silaturahmi (selain berbuat zalim).
Dalam menjalin silaturahmi seseorang harus memperhatikan tiga hal; yaitu niat yang baik (karena Allah), memilih dalam menjalin hubungan, dan berdasarkan rasa cinta karena Allah serta benci karena Allah.



DAFTAR PUSTAKA
Muhammad isa bin surah, Terjemah Sahih sunan at Tirmidzi. Semarang; asy syifa, 1992.
Terjemah Al-Qur’an Departemen Agama
Asy-Syal, Yusuf Abdul Hadi, Dr. Al-Islamu wa bina‟u al-Mujtama‟ al-Fadhil. Trj. Anshori Umar Sitanggal. Islam Membina Masyrakat Adil dan Makmur. Jakarta: Pustaka Dian dan Antar Kota, 1987.
Sayyid Murtadla al-Ridlawi, Fi Sabi Lil-Wahdah al-Islamiyah, Trj. Mohammad Thohir. Membina Kerukunan Muslimin, Jakarta: PT. Dunia Pustaka, 1984.




[1] Muhammad isa bin surah, Terjemah Sahih sunan at Tirmidzi. Semarang; asy syifa, 1992. Hal : 455-456
[2] Terjemah Al-Qur’an Departemen Agama
[3] http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/04/10/hadits-tentang-memelihara-persaudaraan/. Diakses tanggal; 4 juni 2014
[4] Ibid,
[5] Asy-Syal, Yusuf Abdul Hadi, Dr. Al-Islamu wa bina‟u al-Mujtama‟ al-Fadhil. Trj. Anshori Umar Sitanggal. Islam Membina Masyrakat Adil dan Makmur. Jakarta: Pustaka Dian dan Antar Kota, 1987. Hal : 185
[6] Sayyid Murtadla al-Ridlawi, Fi Sabi Lil-Wahdah al-Islamiyah, Trj. Mohammad Thohir. Membina Kerukunan Muslimin, Jakarta: PT. Dunia Pustaka, 1984. Hal : 98-100

Comments

Popular posts from this blog

kitab sunan an-nasa'i bi syarhi as-suyuty

Hubungan dan Kausalitas | sebab Akibat

Makalah Tafsir Anwar Al-Tanzil wa Asrar Al-Ta'wil